CONTOH SEORANG ISTRI IDAMAN
Kisah
ini menceritakan bagaimana dua orang istri dalam menyikapi kehidupan
rumah tangga mereka. Istri yang kurang bijak sering mengeluh, tidak
pernah bersyukur dan suka menceritakan masalah rumah tangganya kepada
orang luar, akibatnya ia pun diceraikan suaminya. Namun Istri yang bijak
yang selalu bersyukur kepada Allah serta bersyukur kepada manusia akan
mendapatkan kemuliaannya.
Setelah Nabi Ismail pulang dari berburu, isterinya lalu menceritakan tentang orang tua yang telah singgah di rumah mereka.
Nabi Ismail : “Apa saja yang ditanya oleh orang tua itu ?”
Isteri : “Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.”
Nabi Ismail : “Apa jawabanmu?”
Isteri : “Aku ceritakan kita ini orang yang susah. Hidup kita ini selalu dalam penderitaan dan tak bahagia.”
Nabi Ismail : “Apa dia ada pesan ?”
Isteri : “Ada. Dia titip salam padamu dan dia berpesan agar engkau menukarkan tiang pintu rumahmu.”
Nabi Ismail : “Sebenarnya dia itu ayahku. Dia menyuruh kita berpisah (bercerai).
Maka, sekarang kembalilah kamu kepada keluargamu.”
Sesudah bercerai dengan wanita itu, Ismail menikah lagi dengan wanita lain, kali ini istrinya berbudi mulia, mukanya selalu manis dan ramah. Pada suatu ketika, Nabi Ibrahim datang lagi ke Makkah dengan tujuan kembali mengunjungi anak dan menantunya. Dan terjadilah pertemuan antara mertua dan menantu ‘barunya’ itu. Ketika Ibrahim berkunjung, disambutnya dengan ramah tamah dan tidak menceritakan kejelekan serta kekurangan Ismail.
Nabi Ibrahim : “Di mana suamimu ?”
Menantu : “Dia tidak ada di rumah. Dia sedang berburu.”
Nabi Ibrahim : ”Apakah engkau memiliki sesuatu untuk jamuan?
Menantu : ”Ya.”
Nabi Ibrahim : ”Apakah engkau memiliki roti atau gandum atau korma?”
Menantu : ”Tidak.”
Lalu wanita itu membawa susu dan daging.
![]() |
cintaislami.com |
Dikisahkan Nabi Ibrahim berkunjung ke menantunya. Pada waktu itu,
anaknya, Nabi Ismail tidak ada di rumah. Dan ternyata sang menantu belum
pernah berjumpa dengan sang mertua.
Nabi Ibrahim : “Siapakah kamu ?”
Menantu : “Aku isteri Ismail.”
Nabi Ibrahim : “Di manakah suamimu, Ismail ?”
Menantu : “Dia pergi berburu.”
Nabi Ibrahim : ”Apakah engkau memiliki jamuan, apakah engkau mempunyai makanan atau minuman?”
Menantu : ”Aku tidak memiliki sesuatu, tak sesuatu pun aku memilikinya.”
Nabi Ibrahim : “Bagaimanakah keadaan hidupmu sekeluarga ?”
Menantu : (sambil mengeluh) “Oh, kami semua dalam penderitaan dan tak bahagia”
Betapa kecewanya Ibrahim melihat penampilan istri anaknya itu. Wanita itu tidak menghormati suaminya dengan menceritakan kekurangan suaminya sendiri tanpa tersisa.
Nabi Ibrahim : “Baiklah! Jika suamimu sudah kembali, tolong sampaikan salamku padanya. Dan katakan padanya, ‘tukar tiang pintu rumahnya’.”
Menantu : “Ya, baiklah.”
Nabi Ibrahim : “Siapakah kamu ?”
Menantu : “Aku isteri Ismail.”
Nabi Ibrahim : “Di manakah suamimu, Ismail ?”
Menantu : “Dia pergi berburu.”
Nabi Ibrahim : ”Apakah engkau memiliki jamuan, apakah engkau mempunyai makanan atau minuman?”
Menantu : ”Aku tidak memiliki sesuatu, tak sesuatu pun aku memilikinya.”
Nabi Ibrahim : “Bagaimanakah keadaan hidupmu sekeluarga ?”
Menantu : (sambil mengeluh) “Oh, kami semua dalam penderitaan dan tak bahagia”
Betapa kecewanya Ibrahim melihat penampilan istri anaknya itu. Wanita itu tidak menghormati suaminya dengan menceritakan kekurangan suaminya sendiri tanpa tersisa.
Nabi Ibrahim : “Baiklah! Jika suamimu sudah kembali, tolong sampaikan salamku padanya. Dan katakan padanya, ‘tukar tiang pintu rumahnya’.”
Menantu : “Ya, baiklah.”
Nabi Ismail : “Apa saja yang ditanya oleh orang tua itu ?”
Isteri : “Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.”
Nabi Ismail : “Apa jawabanmu?”
Isteri : “Aku ceritakan kita ini orang yang susah. Hidup kita ini selalu dalam penderitaan dan tak bahagia.”
Nabi Ismail : “Apa dia ada pesan ?”
Isteri : “Ada. Dia titip salam padamu dan dia berpesan agar engkau menukarkan tiang pintu rumahmu.”
Nabi Ismail : “Sebenarnya dia itu ayahku. Dia menyuruh kita berpisah (bercerai).
Maka, sekarang kembalilah kamu kepada keluargamu.”
Sesudah bercerai dengan wanita itu, Ismail menikah lagi dengan wanita lain, kali ini istrinya berbudi mulia, mukanya selalu manis dan ramah. Pada suatu ketika, Nabi Ibrahim datang lagi ke Makkah dengan tujuan kembali mengunjungi anak dan menantunya. Dan terjadilah pertemuan antara mertua dan menantu ‘barunya’ itu. Ketika Ibrahim berkunjung, disambutnya dengan ramah tamah dan tidak menceritakan kejelekan serta kekurangan Ismail.
Nabi Ibrahim : “Di mana suamimu ?”
Menantu : “Dia tidak ada di rumah. Dia sedang berburu.”
Nabi Ibrahim : ”Apakah engkau memiliki sesuatu untuk jamuan?
Menantu : ”Ya.”
Nabi Ibrahim : ”Apakah engkau memiliki roti atau gandum atau korma?”
Menantu : ”Tidak.”
Lalu wanita itu membawa susu dan daging.
Nabi Ibrahim : (Berdoa) “Ya Allah! Ya Tuhanku! Berkatilah mereka dalam
makan minum mereka.” (Ibrahim berdoa meminta keberkahan bagi keduanya.
Kalau seandainya wanita itu pada saat itu membawa roti atau gandum atau
korma maka pastilah (Mekah) menjadi bumi Allah yang paling banyak
menghasilkan gandum dan korma).
Nabi Ibrahim : “Bagaimana keadaan hidupmu sekeluarga ?”
Menantu : “Alhamdulillah, kami semua dalam keadaan sehat sejahtera, tidak kurang suatu apa.”
Nabi Ibrahim : “Baiklah, nanti apabila suamimu pulang, sampaikan salamku kepadanya. Suruhlah dia menetapkan tiang pintu rumahnya.”
Ketika Nabi Ismail pulang dari berburu, seperti biasa dia bertanya siapa datang yang datang mencarinya.
Nabi Ismail : “Adakah yang datang ketika aku tiada di rumah?”
Isteri : “Ya, ada. Seorang tua yang baik rupanya dan perwatakannya sepertimu.”
Nabi Ismail : “Apa katanya?”
Isteri : “Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.”
Nabi Ismail : “Apa jawabanmu?”
Isteri : “Aku bilang padanya bahwa hidup kita dalam keadaan baik, tidak kurang suatu apa. Aku ajak juga dia makan dan minum.”
Nabi Ismail : “Apa dia ada pesan ?”
Isteri : “Ada, dia berkirim salam buatmu dan menyuruh kamu menetapkan tiang pintu rumahmu.”
Nabi Ismail : “Oh, begitu. Sebenarnya dialah ayahku. Tiang pintu yang dimaksudkannya itu ialah dirimu yang dimintanya untuk aku kekalkan.”
Isteri : “Alhamdulillah.,,,”
Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini:
1. Banyak berkeluh kesah kepada manusia adalah perbuatan tercela.
2. Jangan suka menceritakan aib keluarga, apalagi terhadap orang yang baru dikenal.
3. Bersyukur kepada Allah serta bersyukur kepada manusia adalah akhlak yang terpuji.
4. Termasuk sifat istri shalihah adalah bersyukur kepada Allah kemudian bersyukur kepada suami
Nabi Ibrahim : “Bagaimana keadaan hidupmu sekeluarga ?”
Menantu : “Alhamdulillah, kami semua dalam keadaan sehat sejahtera, tidak kurang suatu apa.”
Nabi Ibrahim : “Baiklah, nanti apabila suamimu pulang, sampaikan salamku kepadanya. Suruhlah dia menetapkan tiang pintu rumahnya.”
Ketika Nabi Ismail pulang dari berburu, seperti biasa dia bertanya siapa datang yang datang mencarinya.
Nabi Ismail : “Adakah yang datang ketika aku tiada di rumah?”
Isteri : “Ya, ada. Seorang tua yang baik rupanya dan perwatakannya sepertimu.”
Nabi Ismail : “Apa katanya?”
Isteri : “Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.”
Nabi Ismail : “Apa jawabanmu?”
Isteri : “Aku bilang padanya bahwa hidup kita dalam keadaan baik, tidak kurang suatu apa. Aku ajak juga dia makan dan minum.”
Nabi Ismail : “Apa dia ada pesan ?”
Isteri : “Ada, dia berkirim salam buatmu dan menyuruh kamu menetapkan tiang pintu rumahmu.”
Nabi Ismail : “Oh, begitu. Sebenarnya dialah ayahku. Tiang pintu yang dimaksudkannya itu ialah dirimu yang dimintanya untuk aku kekalkan.”
Isteri : “Alhamdulillah.,,,”
Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini:
1. Banyak berkeluh kesah kepada manusia adalah perbuatan tercela.
2. Jangan suka menceritakan aib keluarga, apalagi terhadap orang yang baru dikenal.
3. Bersyukur kepada Allah serta bersyukur kepada manusia adalah akhlak yang terpuji.
4. Termasuk sifat istri shalihah adalah bersyukur kepada Allah kemudian bersyukur kepada suami
Semoga membawa manfaat.